Sapangambei Manoktok Hitei ibagas Habonaron Do Bona

Hidup Terkadang Selucu Itu!

aku mendambakan keselarasan, aku merindukan suasana sekolah dasar dan sekolah menengah, dimana saat kami menempuh pendidikan, kami diharuskan untuk memakai seragam yang sama, tak ada pengecualian. Baik itu anak polisi, gubernur, bupati, guru maupun petani. Beda dengan hari ini, di tempat ini, tempat dengan gedung yang bertingkat dan punya fasilitas yang lebih dari yang kami rasakan sebelumnya. Kebanyakan dari kami memamerkan apa yang kami miliki, baik itu mobil, handphone, laptop atau cerita tentang gaya hidup yang ia alami di hari-hari sebelumnya yang tanpa kami sadari itu menggali lubang pemisah antara aku, kau, dia, kalian dan juga mereka. Berbalut gengsi beberapa dari kami memaksakan mengikuti gaya hidup sebgaian dari kami yang tergolong hedon, hura-hura dan lain sebagainya yang selayaknya tak bisa diikutkan oleh sebagian dari kami yang tergolong kaum kasta bawah yang terkadang pada akhirnya sebagian dari kami terlilit hutang dan menjual barang-barang yang ada padanya dan bahkan sampai mengakhiri pendidikannya.
            Aku memimpikan keselarasan tercipta di negeri ini. Tapi, kemungkinan untuk terjadinya hal demikian itu masih sangat kecil mengingat menurunnya moralitas dan erika dari masing-masing manusia diantara kami. Sebagian dari kami terlalu besar gengsinya untuk makan di tempat dimana kebanyakan pelanggannya adalah anak kost, alasannya simpel, “makanan murahan”, “makanan gak bergizi”, dan bahkan pernah terdengar dari salah seorang dari  kami mengatakan ,” bisa-bisa aku sakit perut makan disitu”. Atau sebagian dari kami tidak cukup kuat mentalnya untuk mem-post foto foto saat makan dan tak kuasa malu jika ketahuan check-in di warung tegal seberang kampusku. Ya, jawabannya mungkin iya.
            Sebagian dari kami tak tau apa itu “Dimsum” yang menurutku tidak lebih enak dari udang sambal di warung nasi dekat simpang kost-ku. Sebagian dari kami juga tak tau bagaimana nikmatnya secangkir kopi di salah satu kedai BintangBucks yang ternyata tak lebih nikmat dari kopi yang disajikan di warung kopi sebelah kost-ku. Ini kembali perosalan gengsi. Haaahhh. Aku menyeka keringat di pelipis kananku.
            Entah kapan keselaran itu terbentuk. Tak bisa dipungkiri, Gap (*perbedaan) pertemanan akan selalu terasa hingga saat akhir itu akan tiba jika masing-masing dari kami tidak punya rasa kepedulian satu sama lain barang hanya sedikit saja dan meurunkan posisi gengsi kami saat bergaul dengan sebagian dari kami.
Aku hanya bisa duduk termangu dibawah pohon rindang halaman kampusku seraya tersenyum dan bergumam “hidup terkadang selucu itu”. Selucu siaran ILC (Indonesia Lawyers Club) yang dipenuhi orang-orang terdidik namun saling menghujat. Atau selucu orang-orang yang membully gadis labil asal medan hanya gara-gara lolos dari tilang karena mengaku anak pejabat seakan mereka selalu taat akan rambu-rambu lalulintas. Serta selucu orang-orang fanatik pendukung seorang manusia yang akan mencalon gubernur DKI jakarta , yang sampai rela mengorbankan segala sesuatu untuk memenangkannya, bahkan (mungkin), jika itu melanggar kaidah-kaidah hukum dan norma yang berlaku di negeri ini sekalipun . hadeeeehhh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar