aku mendambakan
keselarasan, aku merindukan suasana sekolah dasar dan sekolah menengah, dimana
saat kami menempuh pendidikan, kami diharuskan untuk memakai seragam yang sama,
tak ada pengecualian. Baik itu anak polisi, gubernur, bupati, guru maupun petani.
Beda dengan hari ini, di tempat ini, tempat dengan gedung yang bertingkat dan
punya fasilitas yang lebih dari yang kami rasakan sebelumnya. Kebanyakan dari
kami memamerkan apa yang kami miliki, baik itu mobil, handphone, laptop atau
cerita tentang gaya hidup yang ia alami di hari-hari sebelumnya yang tanpa kami
sadari itu menggali lubang pemisah antara aku, kau, dia, kalian dan juga
mereka. Berbalut gengsi beberapa dari kami memaksakan mengikuti gaya hidup
sebgaian dari kami yang tergolong hedon, hura-hura dan lain sebagainya yang
selayaknya tak bisa diikutkan oleh sebagian dari kami yang tergolong kaum kasta
bawah yang terkadang pada akhirnya sebagian dari kami terlilit hutang dan
menjual barang-barang yang ada padanya dan bahkan sampai mengakhiri pendidikannya.
Aku
memimpikan keselarasan tercipta di negeri ini. Tapi, kemungkinan untuk
terjadinya hal demikian itu masih sangat kecil mengingat menurunnya moralitas
dan erika dari masing-masing manusia diantara kami. Sebagian dari kami terlalu
besar gengsinya untuk makan di tempat dimana kebanyakan pelanggannya adalah
anak kost, alasannya simpel, “makanan murahan”, “makanan gak bergizi”, dan
bahkan pernah terdengar dari salah seorang dari
kami mengatakan ,” bisa-bisa aku sakit perut makan disitu”. Atau sebagian
dari kami tidak cukup kuat mentalnya untuk mem-post foto foto saat makan dan
tak kuasa malu jika ketahuan check-in di warung tegal seberang kampusku. Ya,
jawabannya mungkin iya.
Sebagian
dari kami tak tau apa itu “Dimsum” yang menurutku tidak lebih enak dari udang
sambal di warung nasi dekat simpang kost-ku. Sebagian dari kami juga tak tau
bagaimana nikmatnya secangkir kopi di salah satu kedai BintangBucks yang
ternyata tak lebih nikmat dari kopi yang disajikan di warung kopi sebelah
kost-ku. Ini kembali perosalan gengsi. Haaahhh. Aku menyeka keringat di pelipis
kananku.
Entah
kapan keselaran itu terbentuk. Tak bisa dipungkiri, Gap (*perbedaan) pertemanan
akan selalu terasa hingga saat akhir itu akan tiba jika masing-masing dari kami
tidak punya rasa kepedulian satu sama lain barang hanya sedikit saja dan
meurunkan posisi gengsi kami saat bergaul dengan sebagian dari kami.
Aku hanya bisa duduk
termangu dibawah pohon rindang halaman kampusku seraya tersenyum dan bergumam
“hidup terkadang selucu itu”. Selucu siaran ILC (Indonesia Lawyers Club) yang
dipenuhi orang-orang terdidik namun saling menghujat. Atau selucu orang-orang
yang membully gadis labil asal medan hanya gara-gara lolos dari tilang karena
mengaku anak pejabat seakan mereka selalu taat akan rambu-rambu lalulintas. Serta selucu orang-orang fanatik pendukung seorang manusia yang akan mencalon gubernur DKI jakarta , yang sampai rela mengorbankan segala sesuatu untuk memenangkannya, bahkan (mungkin), jika itu melanggar kaidah-kaidah hukum dan norma yang berlaku di negeri ini sekalipun . hadeeeehhh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar